PERBANDINGAN HUKUM PIDANA
POGING
GILANG RAMADHAN SUHARTO
110711037
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.
Dewasa ini banyak sekali terdapat kasus percobaan yang
terjadi d masyarakat kita, baik kasus percobaan pencurian, percobaan
pembinuhan, sampai percobaan pemerkosaan terjadi. Masyarakat seringkali keliru
dalam mengartikan apa itu percobaan. Dalam kenyataannya, masyarakat masih
memiliki tanda tanya besar mengapa percobaan harus dipidana. Padahal, tindak
pidana yang dimaksud tidak sempat terjadi. Oleh karena itu dalam makalah ini
akan dibahas mengenai percobaan baik sesuai dengan peraturan atau ketentuan
yang berlaku di Indonesia maupun akan dibandingkan dengan peraturan-peraturan
pidana tentang percobaan yang berlaku di negara lain, agar tidak terjadi
kekeliruan lebih lanjut saat memahami apa itu percobaan.
Mengenai percobaan di KUHP Indonesia diatur secara
tersendiri di Bab IV Buku I. Yang secara tegas diatur adalah percobaan terhadap
kejahatan (pasal 53) dan percobaan terhadap pelanggaran (pasal 54). Dalam ilmu
pengetahuan hukum pidana lah, kita mempelajari bentuk-bentuk percobaan lainnya
seperti percobaan tercegat, percobaan yang tidak wajar (ondeugdelijk) dengan
teori percobaan subjektif dan objektifnya dan percobaan yang dikualifikasikan.
KUHP Indonesia hanya mengenal 2 jenis percobaan yaitu
percobaan untuk melakukan kejahatan diancam pidana dan percobaan untuk
melakukan pelanggaran yang tidak diancam dengan pidana (pasal 53, 54 KUHP).
Bentuk-bentuk percobaan lainnya hanya dikenal dalam ilmu pengetahuan hukum
pidana. Persoalan mengenai persiapan untuk melakukan suatu tindakan pidana
tidak diatur dalam KUHP Indonesia.
1.2
Perumusan Masalah.
1.
Bagaimanakah
perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Korea ?
2.
Bagaimanakah
perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Thailand ?
3.
Bagaimanakah
perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Philiphina ?
4.
Bagaimanakah
perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Soviet Rusia ?
5.
Bagaimanakah
perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Republik Rakyat Cina
(RRC) ?
6.
Bagaimanakah
percobaan berdasarkan hukum pidana Inggris ?
1.3
Metode Penulisan.
Penulisan makalah
ini berdasarkan metode studi kepustakaan yaitu menitikberatkan pada penemuan
materi dan kasus dari sumber-sumber tertulis.
1.4
Sistimatika Penulisan.
Dalam makalah ini terdapat IV Bab yang terdiri dari :
Bab I Pendahuluan ; Latar belakang,Rumusan
Masalah,Metode Penulisan, dan Sistimatika Penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka ; Pengertian Percobaan (Poging)
dan Unsur-Unsur Percobaan (Poging).
Bab III Pembahasan
; Perbandingan Percobaan
Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Korea (Criminal Code of the Republic of
Korea yang sering disebut C.C.) 1953, Perbandingan Percobaan Menurut KUHP
Indonesia dengan KUHP Thailand 1956, Perbandingan Percobaan Menurut KUHP
Indonesia Dengan KUHP Philippina (The Revised Penal Code yang sering disebut
R.P.C.) 1932, Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Soviet
Rusia (Fundamentals of Soviet Criminal Legislation for The USSR and The Union
Republics yang sering disebut FCL) 1958.
Bab IV
Penutup ; Kesimpulan dean Saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Percobaan
(Poging)
Percobaan
melakukan kejahatan diatur dalam Buku I tentang Ketentuan Umum Bab IV pasal 53
dan 54 yang berbunyi :
Pasal
53
(1)
Mencoba
melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendeaknya sendiri.
(2)
Maksimum
pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3)
Jika
kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4)
Pidana
tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal
54
Mencoba
melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Jadi, hanya
percobaan yang melakukan kejahatan, yaitu jenis delik seperti yang ditempatkan
dalam buku II KUHP saja, yang dapat dipidana. Dalam rumusan pasal 53 tidak
didefinisikan apa yang dimaksudkan dengan percobaan. Pasal ini hanya menentukan
apa yang menjadi unsur-unsur dari percobaan. Walaupun demikian, dari rumusan
pasal 53 ayat (1) dapat dirumuskan bahwa percobaan adalah perbuatan yang
merupakan permulaan pelaksanaan yang menyatakan adanya niat, tetapi pelaksanaan
itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
Penjelasan yang
dapat diperoleh tentang pembentukan pasal 53 ayat (1) KUHP adalah bersumber
dari MvT (Memorie van Toelichting)
yang menyatakan :
Poging
tot misdrift is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van het
misdrift, of wel de door een begin van uitvoering geopenbaarde wil om een
bepaald misdrift te plegen. (Dengan
demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk
melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak
selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang
telah diwujudkan di dalam suatau permulaan pelaksanaan)
2.2 Unsur-Unsur Percobaan
(Poging)
Unsur-unsur percobaan menurut rumusan pasal 53 ayat (1)
KUHP yaitu :
1.
Adanya
niat;
2.
Adanya
permulaan pelaksanaan yang menyatakan niat;
3.
Pelaksanaan
itu tidak selesai;
4.
Tidak
selesainya pelaksanaan bukan semata-mata karena kehendaknya sendiri.
Sebenarnya unsur
“tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata karena kehendaknya sendiri”
bukan merupakan unsur percobaan. Ini lebih merupakan alasan penghapus pidana.
Jika pelaksanaan tidak selesai semata-mata karena kehendaknya sendiri, maka
yang bersangkutan tidak dapat dipidana.
Alasan perbuatan
itu tidak selesai karena ada hambatan di luar kehendak pelaku yaitu :
1.
Alat
yang digunakan sama sekali tidak sempurna;
2.
Alat
yang digunakan tak berfungsi dengan sempurna;
3.
Objek
sama sekali tidak sempurna;
4.
Objek
yang dituju kurang sempurna.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perbandingan
Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Korea (Criminal Code of the
Republic of Korea yang sering disebut C.C.) 1953.
Ketentuan mengenai percobaan diatur dalam pasal 25 s/d 29
yang termasuk dalam “Ketentuan-Ketentuan Umum” (Bagian1). Pasal 25 berbunyi sebagai
berikut :
(1) Where
a person commences the execution of a crime but does not complete it or the
result does not accur, he shall be punished for attempt to commit such crime.
(2) The
punishmant for an attempted crime may be decreased below that for the consummated
crime.
Dari perumusan tersebut di atas terlihat bahwa
unsur-unsur dapat dipidananya percobaan melakukan kejahatan, ialah apabila
seseorang :
a)
Mulai
melaksanakan suatu kejahatan, dan
b)
Pelaksanaan
itu:
-
Tidak
diselesaikannya, atau
-
Akibatnya
tidak terjadi.
Dalam pasal 25 s/d 28 C.C. diatur ada 4 macam bentuk yang
dimasukkan dalam percobaan yaitu :
1)
Percobaan
tindak pidana, yang hampir sama dengan percobaan ala KUHP. Bedanya ialah
percobaan pada C.C. adalah untuk melakukan tindak pidana (bukan kejahatan). Yang
terpenting lagi ialah bahwa : tidak terselesaikannya tindak pidana itu atau
terhentinya pelaksanaannya, tergantung atau tidak kepada kemauan sipetindak,
tidak dipersoalkan. Pokoknya telah dimulai, kemudian tidak diselesaikan atau
tidak terjadi akibat yang diperlakukannya.
2)
Tindak
pidana yang dihentikan secara sukarela, yang lebih dekat lagi persyaratannya
dengan percobaan ala KUHP, karena di sini dipersyaratkan kehendak sendiri dari
petindak untuk memberhentikan tindakannya atau mencegah akibat dari tindakannya.
3)
Percobaan
yang tidak wajar. Sama dengan yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan hukum
pidana.
4)
Permufatan
jahat dan makar.
Ancaman Pidana bagi
ke-4 hal di atas, tidak ada yang ditiadakan ancaman pidananya. Yang ditentukan
hanya kemungkinan pengurangan yang secara khusus ditentukan pada pasal-pasal
tindak pidana yang bersangkutan. (pasal 29 C.C.).
3.2 Perbandingan
Percobaan Menurut KUHP Indonesia dengan KUHP Thailand 1956.
Ketentuan mengenai percobaan diatur dalam pasal 80-82
Buku I mengenai “Ketentuan-Ketentuan Umum.” Syarat-syarat atau unsur-unsur
dapat dipidananya percobaan dirumuskan dalam pasal 80 sebagai berikut :
Sub 1 : Whoever
commences to commit an offence, but does not carry it through, or carries it
through but does not achieve its end, is said to attempt to commit an affence.
(Dikatakanmelakukan percobaan
tindak pidana, barang siapa mulai melakukan suatu tindak pidana, tetapi tidak
menyelesaikannya, atau melaksanakan/menyelesaikannnya tetapi tidak mencapai
hasil/tujuannya.)
Sub 2 : Whoever
attempts to commit an offence shall be liable to two thirds of the punishment
provided for such offence.
(Barang siapa mencoba
melakukan tindak pidana akan dipidana dua pertiga dari ancaman pidana yang
ditetapkan untuk tindak pidana yang bersangkutan.)
Dari rumusan di
atas terlihat bahwa unsur-unsur percobaan tindak pidana menurut KUHP Thailand,
ialah :
a)
Telah
mulai melakukan suatu tindak pidana (jadi telah ada permulaan pelaksanaan).
b)
Tetapi
pelaksanaan itu:
-
Tidak
diselesaikannya, atau
-
Hasil/akibat
tujuannya tidak tercapai.
Perumusan unsur-unsur percobaan dalam pasal 80 KUHP
Thailand, seperti halnya dengan pasal 25 KUHP Korea, tidak memasukkan secara
tegas adanya unsur niat dan pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena
kehendak sendiri seperti halnya dalam pasal 53 KUHP Indonesia.
Menurut Prof. Mulyatno pernah mengemukakan pendapat bahwa
unsur ke-3 delik percobaan dalam pasal 53 KUHP Indonesia (“pelaksanaan tidak
selesai bukan karena kehendak sendiri”) merupakan alasan penghapus penuntutan.
Walaupun demikian beliau tidak berkeberatan untuk menuntut orang yang secara
sukarela telah mengurungkan niatnya itu apabila telah menimbulkan kerugian, dan
pidananya dapat dikurangi menurut kebijaksanaan hakim. Pendapat Prof. Muliyatno
ini mirip dengan penggabungan ketentuan dalam KUHP Korea dan Thailand.
3.3 Perbandingan
Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Philippina (The Revised Penal Code
yang sering disebut R.P.C.) 1932.
Dalam R.P.C. mengenai pecobaan diatur di bawah judul Bab
I tentang Kejahatan. Dengan demikian untuk menguji apakah terlah terjadi suatu
percobaan atau tidak dilihat/diukur dari unsur-unsur tindak pidana, maka
unsur-unsur ke-4 lah (tindakan/pelalaian yang diharuskan/dilarang oleh
Undang-undang) yang menentukan dalam hubungannya dengan dengan kehendaknya yang
dihentikan pihak luar. Artinya unsur ke-4 itu hanya sebagian saja yang sudah
terselesaikan, sedangkan sebagian lainnya terhenti karena dicegah/dihentikan
atau tidak dimungkinkan pihak luar. Ketentuan-ketentuan mengenai percobaan ini
dapat dibaca pada pasal 4 dan 6 R.P.C.
Akan tetapi tentang ancaman pidana
terhadap percobaan tersebut diatur di Bab III tentang Pidana pasal 49
(percobaan dikualifikasikan), pasal 50 (percobaan tercegat), pasal 51
(percobaan), pasal 59 (percobaan yang tidak wajar, serta pasal-pasal 54, 55, 56
dan 57 dalam hubungannya dengan pelaku peserta dan pembantu. Jadi tidak seperti
di KUHP Indonesia, diatur dalam pasal 53 itu juga kendati dalam ayat yang
berbeda.
Selanjutnya dalam pasal 7 R.P.C.
ditentukan bahwa untuk dapat memidana kejahatan ringan hanyalah jika telah
sempurna semua unsur-unsurnya. Ini berarti bahwa percobaan terhadapnya tidak
dipidana. Bandingkan dengan pasal 54 KUHP Indonesia.
3.4 Perbandingan
Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Soviet Rusia (Fundamentals of
Soviet Criminal Legislation for The USSR and The Union Republics yang sering
disebut FCL) 1958.
Dalam FCL pada pasal 15 dan 16 diatur tiga bentuk yang
dapat digolongkan sebagai percobaan yaitu :
a.
Penyiapan
untuk melakukan kejahatan. Yang dimaksud ialah apabila seseorang sebelum
melakukan suatu tindak pidana, ia telah menyesuaiakan sarana yang akan
dipergunakan atau ia telah menciptakan atau merencanakan suatu kondisi dalam
rangka pelaksanaan tindak pidana itu nantinya. Ancaman pidana untuk tindakan
ini ditentukan dalam perundangan dan dalam rangka penjatuhan pidana terhadap
petindak, hakim harus mempertimbangkan sifat dari kejahatan itu demikian pula
tingkat dari kehendak jahat dari si petindak dan alasan-alasan mengapa tindak
pidana itu tidak terselesaikan/diselesaikan. Tindakan ini dapat diperbandingkan
dengan makar dalam pasal 86 KUHP Indonesia. Bedanya terutama ialah, bahwa pasal
86 KUHP Indonesia adalah merupakan pengertian otentik.
b.
Percobaan
kejahatan. Yang dimaksud hampir sama dengan pasal 53 KUHP Indonesia. Sedangkan
mengenai ancaman pidananya, sama dengan tersebut di atas.
c.
Dengan
sukarela tidak melanjutkan kejahatan. Bentuk ini sering kali dikenal dengan
percobaan dikualifikasikan. Yang dimaksud ialah apabila seseorang telah memulai
suatau kejahatan namun sebelum sempurna diselesaikan ia telah mengurungkan
melanjutkannya atas kemauan sendiri. Namun jika dengan tindakan yang sudah
terjadi itu telah terjadi suatu tindakan pidana yang sebenarnya bukan yang
dikehendaki, ia tetap dipertanggungjawabkan kepada tindak pidana yang ternyata
sudah terjadi itu.
3.5 Perbandingan
Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Republik Rakyat China (The
Criminal Law Code of the People’s Republic of China yang sering disingkat
C.L.C.) 1980.
Persiapan dan percobaan untuk melakukan suatu tindak
pidana diatur pada bagian kedua Bab II di bawah judul “Melakukan Tindak
Pidana”. Mengenai persiapan untuk melakukan tindak pidana ditentukan dalam
pasal 19 yaitu : “Untuk tujuan melakukan suatu tindak pidana, seseorang yang
mempersiapkan peralatan atau menciptakan keadaan”. Ancaman pidananya dapat
diperingan atau dikurangi bahkan mungkin juga dibebaskan. Ketentuan ini
dapatlah diperbandingkan dengan “makar” (Aanslag) pasal 87 KUHP Indonesia.
Kiranya “permufakatan jahat” yang dikenal pada pasal 88 KUHP Indonesia,
tercakup dalam pengertian persiapan untuk melakukan kejahatan. Di C.L.C-RRC
tidak diatur secara tersendiri mengenai permufakatan jahat.
Mengenal percobaan dalam C.L.C-RRC
diperbedakan antara “tindak pidana yang tidak sempurna di luar kehendak si pelaku”
dan “tindak pidana tak sempurna karena pengunduran diri secra sukarela”. Untuk
yang pertama diancamkan pidana yang lebih ringan atau diperkurangkan
dibandingkan dengan apabila tindak pidana itu dilakukan sepenuhnya (pasal 20).
Untuk yang kedua diancamkan pidana
yang lebih ringan atau ditiadakan pemidanaan, apabila tindak pidana itu belum
pernah mengakibatkan kerugian. Juga apabila ia juga kemudian mencegah
terjadinya tindak pidana itu, misalnya setelah mengadakan pembakaran rumah,
lalu ia sendiri yang memadamkannnya. Dalam hal ini kepadanya diancamkan pidana
yang lebih ringan atau dapat juga ditiadakan.
3.6 Percobaan Berdasarkan
Hukum Pidana Inggris
Percobaan dalam hukum pidana Inggris dipandang sebagai suatu misdemeanor (pelanggaran hukum ringan). Untuk dapat
dipidananya percobaan diperlukan pembuktian bahwa terdakwa telah berniat
melakukan perbuatan melanggar hukum dan ia telah melakukan beberapa tindakan
yang membentuk actus reus dari percobaan jahat yang dapat dipidana.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
·
Percobaan
untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu
kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu
kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di
dalam suatau permulaan pelaksanaan.
·
4.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lamintang, P.A.F.
1984. Hukum Pidana Indonesia. Sinar
Baru. Bandung.
Rizki, Muhamad,
Gerry. 2007. KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana) & KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Permata
Press. Jakarta.
Tim Penerjemah
BPHN. 1983. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Sinar Harapan. Jakarta.
Sianturi, S.R.
1982-1983. Hukum Pidana Perbandingan.
Alumni AHM-PTHM. Jakarta.
Arief, Nawawi,
Barda. 2002. Perbandingan Hukum Pidana.
PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar