Sabtu, 30 November 2013

PERCOBAAN (POGING)


 

 

 

 

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA

POGING

GILANG RAMADHAN SUHARTO

110711037

 FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang.

Dewasa ini banyak sekali terdapat kasus percobaan yang terjadi d masyarakat kita, baik kasus percobaan pencurian, percobaan pembinuhan, sampai percobaan pemerkosaan terjadi. Masyarakat seringkali keliru dalam mengartikan apa itu percobaan. Dalam kenyataannya, masyarakat masih memiliki tanda tanya besar mengapa percobaan harus dipidana. Padahal, tindak pidana yang dimaksud tidak sempat terjadi. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai percobaan baik sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku di Indonesia maupun akan dibandingkan dengan peraturan-peraturan pidana tentang percobaan yang berlaku di negara lain, agar tidak terjadi kekeliruan lebih lanjut saat memahami apa itu percobaan.
Mengenai percobaan di KUHP Indonesia diatur secara tersendiri di Bab IV Buku I. Yang secara tegas diatur adalah percobaan terhadap kejahatan (pasal 53) dan percobaan terhadap pelanggaran (pasal 54). Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana lah, kita mempelajari bentuk-bentuk percobaan lainnya seperti percobaan tercegat, percobaan yang tidak wajar (ondeugdelijk) dengan teori percobaan subjektif dan objektifnya dan percobaan yang dikualifikasikan.
KUHP Indonesia hanya mengenal 2 jenis percobaan yaitu percobaan untuk melakukan kejahatan diancam pidana dan percobaan untuk melakukan pelanggaran yang tidak diancam dengan pidana (pasal 53, 54 KUHP). Bentuk-bentuk percobaan lainnya hanya dikenal dalam ilmu pengetahuan hukum pidana. Persoalan mengenai persiapan untuk melakukan suatu tindakan pidana tidak diatur dalam KUHP Indonesia.


1.2              Perumusan Masalah.

1.      Bagaimanakah perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Korea ?
2.      Bagaimanakah perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Thailand ?
3.      Bagaimanakah perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Philiphina ?
4.      Bagaimanakah perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Soviet Rusia ?
5.      Bagaimanakah perbandingan percobaan menurut KUHP indonesia dengan KUHP Republik Rakyat Cina (RRC) ?
6.      Bagaimanakah percobaan berdasarkan hukum pidana Inggris ?

1.3              Metode Penulisan.

Penulisan makalah ini berdasarkan metode studi kepustakaan yaitu menitikberatkan pada penemuan materi dan kasus dari sumber-sumber tertulis.

1.4              Sistimatika Penulisan.

Dalam makalah ini terdapat IV Bab yang terdiri dari :
Bab I   Pendahuluan ; Latar belakang,Rumusan Masalah,Metode Penulisan, dan Sistimatika Penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka ; Pengertian Percobaan (Poging) dan Unsur-Unsur Percobaan (Poging).  
Bab III Pembahasan ;             Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Korea (Criminal Code of the Republic of Korea yang sering disebut C.C.) 1953, Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia dengan KUHP Thailand 1956, Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Philippina (The Revised Penal Code yang sering disebut R.P.C.) 1932, Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Soviet Rusia (Fundamentals of Soviet Criminal Legislation for The USSR and The Union Republics yang sering disebut FCL) 1958.
Bab IV            Penutup ; Kesimpulan dean Saran.


           

 

 

 

 

 

 

 

 


 


 

 

 

 

 

 

 

 

 




BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1       Pengertian Percobaan (Poging)
            Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku I tentang Ketentuan Umum Bab IV pasal 53 dan 54 yang berbunyi :
Pasal 53
(1)   Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendeaknya sendiri.
(2)   Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3)   Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4)   Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54
            Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.

Jadi, hanya percobaan yang melakukan kejahatan, yaitu jenis delik seperti yang ditempatkan dalam buku II KUHP saja, yang dapat dipidana. Dalam rumusan pasal 53 tidak didefinisikan apa yang dimaksudkan dengan percobaan. Pasal ini hanya menentukan apa yang menjadi unsur-unsur dari percobaan. Walaupun demikian, dari rumusan pasal 53 ayat (1) dapat dirumuskan bahwa percobaan adalah perbuatan yang merupakan permulaan pelaksanaan yang menyatakan adanya niat, tetapi pelaksanaan itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

Penjelasan yang dapat diperoleh tentang pembentukan pasal 53 ayat (1) KUHP adalah bersumber dari MvT (Memorie van Toelichting) yang menyatakan :
Poging tot misdrift is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van het misdrift, of wel de door een begin van uitvoering geopenbaarde wil om een bepaald misdrift te plegen. (Dengan demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatau permulaan pelaksanaan)

2.2       Unsur-Unsur Percobaan (Poging)
            Unsur-unsur percobaan menurut rumusan pasal 53 ayat (1) KUHP yaitu :
1.      Adanya niat;
2.      Adanya permulaan pelaksanaan yang menyatakan niat;
3.      Pelaksanaan itu tidak selesai;
4.      Tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata karena kehendaknya sendiri.

Sebenarnya unsur “tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata karena kehendaknya sendiri” bukan merupakan unsur percobaan. Ini lebih merupakan alasan penghapus pidana. Jika pelaksanaan tidak selesai semata-mata karena kehendaknya sendiri, maka yang bersangkutan tidak dapat dipidana.

Alasan perbuatan itu tidak selesai karena ada hambatan di luar kehendak pelaku yaitu :
1.      Alat yang digunakan sama sekali tidak sempurna;
2.      Alat yang digunakan tak berfungsi dengan sempurna;
3.      Objek sama sekali tidak sempurna;
4.      Objek yang dituju kurang sempurna.

BAB III

PEMBAHASAN


3.1       Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Korea (Criminal Code of the Republic of Korea yang sering disebut C.C.) 1953.
Ketentuan mengenai percobaan diatur dalam pasal 25 s/d 29 yang termasuk dalam “Ketentuan-Ketentuan Umum” (Bagian1). Pasal 25 berbunyi sebagai berikut :
(1)      Where a person commences the execution of a crime but does not complete it or the result does not accur, he shall be punished for attempt to commit such crime.
(2)      The punishmant for an attempted crime may be decreased below that for the consummated crime.
Dari perumusan tersebut di atas terlihat bahwa unsur-unsur dapat dipidananya percobaan melakukan kejahatan, ialah apabila seseorang :
a)      Mulai melaksanakan suatu kejahatan, dan
b)      Pelaksanaan itu:
-          Tidak diselesaikannya, atau
-          Akibatnya tidak terjadi.

Dalam pasal 25 s/d 28 C.C. diatur ada 4 macam bentuk yang dimasukkan dalam percobaan yaitu :
1)      Percobaan tindak pidana, yang hampir sama dengan percobaan ala KUHP. Bedanya ialah percobaan pada C.C. adalah untuk melakukan tindak pidana (bukan kejahatan). Yang terpenting lagi ialah bahwa : tidak terselesaikannya tindak pidana itu atau terhentinya pelaksanaannya, tergantung atau tidak kepada kemauan sipetindak, tidak dipersoalkan. Pokoknya telah dimulai, kemudian tidak diselesaikan atau tidak terjadi akibat yang diperlakukannya.
2)      Tindak pidana yang dihentikan secara sukarela, yang lebih dekat lagi persyaratannya dengan percobaan ala KUHP, karena di sini dipersyaratkan kehendak sendiri dari petindak untuk memberhentikan tindakannya atau mencegah akibat dari tindakannya.
3)      Percobaan yang tidak wajar. Sama dengan yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan hukum pidana.
4)      Permufatan jahat dan makar.

Ancaman Pidana bagi ke-4 hal di atas, tidak ada yang ditiadakan ancaman pidananya. Yang ditentukan hanya kemungkinan pengurangan yang secara khusus ditentukan pada pasal-pasal tindak pidana yang bersangkutan. (pasal 29 C.C.).

3.2       Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia dengan KUHP Thailand 1956.
            Ketentuan mengenai percobaan diatur dalam pasal 80-82 Buku I mengenai “Ketentuan-Ketentuan Umum.” Syarat-syarat atau unsur-unsur dapat dipidananya percobaan dirumuskan dalam pasal 80 sebagai berikut :
Sub 1 :        Whoever commences to commit an offence, but does not carry it through, or carries it through but does not achieve its end, is said to attempt to commit an affence.
                   (Dikatakanmelakukan percobaan tindak pidana, barang siapa mulai melakukan suatu tindak pidana, tetapi tidak menyelesaikannya, atau melaksanakan/menyelesaikannnya tetapi tidak mencapai hasil/tujuannya.)
Sub 2 :        Whoever attempts to commit an offence shall be liable to two thirds of the punishment provided for such offence.
                   (Barang siapa mencoba melakukan tindak pidana akan dipidana dua pertiga dari ancaman pidana yang ditetapkan untuk tindak pidana yang bersangkutan.)
Dari rumusan di atas terlihat bahwa unsur-unsur percobaan tindak pidana menurut KUHP Thailand, ialah :
a)      Telah mulai melakukan suatu tindak pidana (jadi telah ada permulaan pelaksanaan).
b)      Tetapi pelaksanaan itu:
-          Tidak diselesaikannya, atau
-          Hasil/akibat tujuannya tidak tercapai.

Perumusan unsur-unsur percobaan dalam pasal 80 KUHP Thailand, seperti halnya dengan pasal 25 KUHP Korea, tidak memasukkan secara tegas adanya unsur niat dan pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak sendiri seperti halnya dalam pasal 53 KUHP Indonesia.

Menurut Prof. Mulyatno pernah mengemukakan pendapat bahwa unsur ke-3 delik percobaan dalam pasal 53 KUHP Indonesia (“pelaksanaan tidak selesai bukan karena kehendak sendiri”) merupakan alasan penghapus penuntutan. Walaupun demikian beliau tidak berkeberatan untuk menuntut orang yang secara sukarela telah mengurungkan niatnya itu apabila telah menimbulkan kerugian, dan pidananya dapat dikurangi menurut kebijaksanaan hakim. Pendapat Prof. Muliyatno ini mirip dengan penggabungan ketentuan dalam KUHP Korea dan Thailand.

3.3       Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Philippina (The Revised Penal Code yang sering disebut R.P.C.) 1932.
            Dalam R.P.C. mengenai pecobaan diatur di bawah judul Bab I tentang Kejahatan. Dengan demikian untuk menguji apakah terlah terjadi suatu percobaan atau tidak dilihat/diukur dari unsur-unsur tindak pidana, maka unsur-unsur ke-4 lah (tindakan/pelalaian yang diharuskan/dilarang oleh Undang-undang) yang menentukan dalam hubungannya dengan dengan kehendaknya yang dihentikan pihak luar. Artinya unsur ke-4 itu hanya sebagian saja yang sudah terselesaikan, sedangkan sebagian lainnya terhenti karena dicegah/dihentikan atau tidak dimungkinkan pihak luar. Ketentuan-ketentuan mengenai percobaan ini dapat dibaca pada pasal 4 dan 6 R.P.C.

            Akan tetapi tentang ancaman pidana terhadap percobaan tersebut diatur di Bab III tentang Pidana pasal 49 (percobaan dikualifikasikan), pasal 50 (percobaan tercegat), pasal 51 (percobaan), pasal 59 (percobaan yang tidak wajar, serta pasal-pasal 54, 55, 56 dan 57 dalam hubungannya dengan pelaku peserta dan pembantu. Jadi tidak seperti di KUHP Indonesia, diatur dalam pasal 53 itu juga kendati dalam ayat yang berbeda.

            Selanjutnya dalam pasal 7 R.P.C. ditentukan bahwa untuk dapat memidana kejahatan ringan hanyalah jika telah sempurna semua unsur-unsurnya. Ini berarti bahwa percobaan terhadapnya tidak dipidana. Bandingkan dengan pasal 54 KUHP Indonesia.

3.4       Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Soviet Rusia (Fundamentals of Soviet Criminal Legislation for The USSR and The Union Republics yang sering disebut FCL) 1958.
            Dalam FCL pada pasal 15 dan 16 diatur tiga bentuk yang dapat digolongkan sebagai percobaan yaitu :
a.       Penyiapan untuk melakukan kejahatan. Yang dimaksud ialah apabila seseorang sebelum melakukan suatu tindak pidana, ia telah menyesuaiakan sarana yang akan dipergunakan atau ia telah menciptakan atau merencanakan suatu kondisi dalam rangka pelaksanaan tindak pidana itu nantinya. Ancaman pidana untuk tindakan ini ditentukan dalam perundangan dan dalam rangka penjatuhan pidana terhadap petindak, hakim harus mempertimbangkan sifat dari kejahatan itu demikian pula tingkat dari kehendak jahat dari si petindak dan alasan-alasan mengapa tindak pidana itu tidak terselesaikan/diselesaikan. Tindakan ini dapat diperbandingkan dengan makar dalam pasal 86 KUHP Indonesia. Bedanya terutama ialah, bahwa pasal 86 KUHP Indonesia adalah merupakan pengertian otentik.
b.      Percobaan kejahatan. Yang dimaksud hampir sama dengan pasal 53 KUHP Indonesia. Sedangkan mengenai ancaman pidananya, sama dengan tersebut di atas.
c.       Dengan sukarela tidak melanjutkan kejahatan. Bentuk ini sering kali dikenal dengan percobaan dikualifikasikan. Yang dimaksud ialah apabila seseorang telah memulai suatau kejahatan namun sebelum sempurna diselesaikan ia telah mengurungkan melanjutkannya atas kemauan sendiri. Namun jika dengan tindakan yang sudah terjadi itu telah terjadi suatu tindakan pidana yang sebenarnya bukan yang dikehendaki, ia tetap dipertanggungjawabkan kepada tindak pidana yang ternyata sudah terjadi itu.

3.5       Perbandingan Percobaan Menurut KUHP Indonesia Dengan KUHP Republik Rakyat China (The Criminal Law Code of the People’s Republic of China yang sering disingkat C.L.C.) 1980.
            Persiapan dan percobaan untuk melakukan suatu tindak pidana diatur pada bagian kedua Bab II di bawah judul “Melakukan Tindak Pidana”. Mengenai persiapan untuk melakukan tindak pidana ditentukan dalam pasal 19 yaitu : “Untuk tujuan melakukan suatu tindak pidana, seseorang yang mempersiapkan peralatan atau menciptakan keadaan”. Ancaman pidananya dapat diperingan atau dikurangi bahkan mungkin juga dibebaskan. Ketentuan ini dapatlah diperbandingkan dengan “makar” (Aanslag) pasal 87 KUHP Indonesia. Kiranya “permufakatan jahat” yang dikenal pada pasal 88 KUHP Indonesia, tercakup dalam pengertian persiapan untuk melakukan kejahatan. Di C.L.C-RRC tidak diatur secara tersendiri mengenai permufakatan jahat.

            Mengenal percobaan dalam C.L.C-RRC diperbedakan antara “tindak pidana yang tidak sempurna di luar kehendak si pelaku” dan “tindak pidana tak sempurna karena pengunduran diri secra sukarela”. Untuk yang pertama diancamkan pidana yang lebih ringan atau diperkurangkan dibandingkan dengan apabila tindak pidana itu dilakukan sepenuhnya (pasal 20).

            Untuk yang kedua diancamkan pidana yang lebih ringan atau ditiadakan pemidanaan, apabila tindak pidana itu belum pernah mengakibatkan kerugian. Juga apabila ia juga kemudian mencegah terjadinya tindak pidana itu, misalnya setelah mengadakan pembakaran rumah, lalu ia sendiri yang memadamkannnya. Dalam hal ini kepadanya diancamkan pidana yang lebih ringan atau dapat juga ditiadakan.

3.6       Percobaan Berdasarkan Hukum Pidana Inggris
Percobaan dalam hukum pidana Inggris dipandang sebagai suatu misdemeanor (pelanggaran hukum ringan). Untuk dapat dipidananya percobaan diperlukan pembuktian bahwa terdakwa telah berniat melakukan perbuatan melanggar hukum dan ia telah melakukan beberapa tindakan yang membentuk actus reus dari percobaan jahat yang dapat dipidana.















BAB IV
PENUTUP


4.1              Kesimpulan
·         Percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatau permulaan pelaksanaan.
·          
4.2                                      Saran

























DAFTAR PUSTAKA


Lamintang, P.A.F. 1984. Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru. Bandung.

Rizki, Muhamad, Gerry. 2007. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) & KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Permata Press. Jakarta.

Tim Penerjemah BPHN. 1983. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sinar Harapan. Jakarta.

Sianturi, S.R. 1982-1983. Hukum Pidana Perbandingan. Alumni AHM-PTHM. Jakarta.

Arief, Nawawi, Barda. 2002. Perbandingan Hukum Pidana. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar